Cari Blog Ini

Jumat, 19 November 2010

Menumbuhkan Motivasi dan Minat Belajar Matematika

PENDAHULUAN
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting, karena pendidikan memiliki kemampuan untuk mengembangkan kualitas manusia dari berbagai segi. Pengajaran matematika sekolah merupakan salah satu cara dalam meningkatkan kualitas manusia karena penguasaan berpikir matematika akan memungkinkan salah satu jalan untuk menyusun pemikiran yang jelas, tepat dan teliti. Selain matematika sebagai pelayan ilmu banyak digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan lain, terutama dalam perkembangan teknologi sekarang ini. Oleh karena itu, penguasaan matematika secara tuntas oleh peserta didik sangat diperlukan. Untuk mencapai tujuan tersebut, kegiatan belajar mengajar matematika perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh.
Ditinjau dari hakekat matematika dan obyek matematika yang abstrak, maka peserta didik sekolah dasar (SD) selalu mengalami kesulitan mempelajari matematika, muncul kebosanan yang mengakibatkan tidak tertarik untuk belajar matematika. Untuk menjawab permasalahan ini perlu dikaji bagaimana mengajarkan matematika kepada murid SD agar konsep matematika mudah dipahami dan menarik.
Peserta didik SD berada pada periode operasi konkrit, sehingga dalam pengajaran konsep matematika sebaiknya disajikan dalam bentuk-bentuk konkrit, yaitu dengan menggunakan alat peraga. Seperti dalam motto bangsa Cina “saya mendengar dan saya lupa, saya melihat dan saya ingat, saya lakukan dan saya mengerti.” Motto ini sangat berarti bagi seorang guru, dengan motto ini sebagai dasar atau patokan minimal dalam pembelajaran.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah adalah bagaimana menumbuhkan motivasi dan minat belajar matematika bagi peserta didik SD?
PEMBAHASAN
Belajar dan Mengajar Matematika
Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya per¬ubahan pada diri individu. Hudoyo (1988: 1) mengemukakan bahwa pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, kegemaran dan sikap seseorang terbentuk, dimodifikasi dan berkembang akibat aktivitas belajar. Karena itu seseorang dikatakan belajar bila dapat diasumsikan bahwa dalam diri orang itu terjadi suatu proses yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku.
Hamalik (1990: 21) mengatakan belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan. Sejalan dengan itu Sudjana (1991: 5) mengatakan belajar adalah suatu perubahan yang relatif permanen dalam suatu kecenderungan tingkah laku sebagai hasil dari praktek atau latihan.
Dengan demikian, maka belajar dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu dalam interaksi dengan lingkungannya.
Belajar matematika ialah belajar konsep-konsep dan struktur-struktur dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika (Hudoyo,1990: 48). Konsep-konsep merupakan batu-batu pembangun (building blocks) berpikir. Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih baik untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi (Dahar, 1989: 79).
Soedjadi (1981: 7) mengatakan bahwa objek abstrak matematika sebagai ilmu, tidak dapat diubah menjadi konkrit. Akan tetapi untuk memahami dapat ditempuh berbagai jalan, antara lain dengan mengguna¬kan benda-benda konkrit. Sifat-sifat tertentu dari sekumpulan benda konkrit, dapat dijadikan titik tolak untuk memahami subjek matematika yang abstrak itu. Upaya ini diperlukan dalam pendidikan matematika karena sasaran pemberian matematika sebagai bahan pelajaran adalah peserta didik tengah berkembang.
Mengajar dilukiskan sebagai suatu proses interaksi antara guru dan peserta didik, di mana guru mengharapkan peserta didiknya dapat menguasai pengetahuan, keterampilan dan sikap yang benar-benar dipilih oleh guru. Pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dipilih guru hendaknya relevan dengan tujuan dari pada pelajaran yang diberikan dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik (Hudoyo, 1990: 107).
Dengan menguasainya bahan ajaran, tidaklah berarti bahwa tujuan akhir proses belajar mengajar, tetapi bahan ajaran diorientasikan sedemikian hingga dapat menumbuhkan (1) sikap terbuka dan percaya diri, (2) kreativitas dan insigh, (3) kemampuan memecahkan masalah matematika, dan (4) kemampuan belajar seumur hidup (Soedjadi, 1989: 17).
Motivasi Belajar Matematika
Manusia sebagai mahluk hidup yang secara sadar selalu ada dorongan dalam dirinya rasa ingin tahu sesuatu. Daya dorong tersebut disebut dengan “motif”. Motif bukanlah hal yang dapat diamati, tetapi hal yang dapat disaksikan oleh manusia itu sendiri.
Drever (dalam Slameto, 1991: 60) mengatakan motive is an affective-conative factor which operates in determining the direction of an individual’s behavior towards an end or goal consiustly apprehended or unconsiustly. Dari definisi ini dapat dipahami bahwa motif erat kaitannya dengan tujuan yang akan dicapai. Di dalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau tidak, akan tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat. Sedangkan penyebab berbuat adalah motif itu sendiri sebagai daya pendo¬rong¬nya atau penggeraknya. Motif merupakan kondisi intern atau disposisi (kesiagaan atau kecenderungan) seseorang untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai suatu tujuan.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa motif adalah segala sesuatu yang timbul dari dalam diri indi¬vidu yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai suatu tujuan. Suatu motif selalu mempunyai tujuan, sedang tujuan menjadi arah sesuatu kegiatan yang bermotif.
Motif dan motivasi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, namun secara konseptual dapat dibedakan karena motivasi merupakan hal-hal yang berkaitan dengan timbulnya dan aktifnya motif. Sardiman (1992: 73) menyatakan bahwa berawal dari kata motif maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila untuk mencapai tujuan terasa sangat mendesak.
Hudojo (1990: 97) mengatakan bahwa kekuatan pendorong yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk mencapai sesuatu tujuan disebut “motif”. Sedangkan segala sesuatu yang berkaitan dengan timbulnya dan berlangsungnya motif itu disebut “motivasi”. Hal ini berarti bahwa dibalik setiap aktivitas seseorang terdapat sesuatu motivasi mendorongnya untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu.
Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa dalam hal orang melakukan atau berbuat sesuatu, alasan atau dorongan menggerakkan orang itu melakukan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan adalah motifnya, sedang proses pembang¬kitan geraknya disebut “motivasi”. Demikian setiap motivasi selalu berkaitan erat dengan tujuan. Motivasi bukanlah sesuatu yang statis, tetapi dapat diubah dan ditingkatkan intensitasnya oleh lingku¬ng¬¬an.
Marhaeni (2005: 65) menyatakan bahwa motivasi adalah kondisi yang mun¬cul dalam diri individu yang disebabkan oleh interaksi antara motif dengan kejadian-kejadian yang diamati oleh indi¬vi¬du sehingga mendorong mengaktif¬kan perilaku menjadi suatu tindakan nyata.
Motivasi sebagai proses pembangkitan gerak dalam diri individu untuk melakukan atau berbuat sesuatu guna mencapai suatu tujuan mempunyai tiga fungsi, yaitu menggerakkan, mengerahkan, dan menye¬lek¬si perbuatan indi¬vidu. Minat Belajar Matematika
Menurut pengertian yang paling dasar, minat berarti sibuk, tertarik, atau terlibat sepenuhnya dengan suatu kegiatan karena menyadari pentingnya kegiatan itu. Slameto (Abdul Zamad, 2000) memberikan pengertian bahwa minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterkaitan pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan sesuatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut semakin besar minat. Menurut Slameto (2003: 180) bahwa minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat.
Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Siswa yang memiliki minat terhadap subyek tertentu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut.
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa minat merupakan kecendrungan hati untuk terlibat pada suatu objek. Dengan demikian minat belajar dapat didefinisikan sebagai keterlibatan siswa dengan segenap pikiran dan perhatian secara penuh untuk melakukan aktivitas belajar.
Dengan demikian minat belajar matematika dapat diartikan sebagai keterlibatan diri secara penuh dalam melakukan aktivitas belajar matematika baik di rumah, di sekolah, dan di masyarakat. Siswa yang mempunyai minat belajar matematika berarti mempunyai usaha dan kemauan untuk mempelajari matematika.
Cara menumbuhkan motivasi dan minat
Menurut Hamzah B Uno (2007) bahwa ada beberapa cara menumbuhkan motivasi belajar siswa sebagai berikut:
1. Pernyataan penghargaaan secara verbal. Pernyataan verbal terhadap prilaku yang baik atau hasil kerja atau hasil belajar siswa yang baik merupakan cara yang paling mudah dan efektif untuk meningkatkan motif belajar siswa kepada hasil belajar yang baik. Pernyataan seperti “Bagus sekali“, “Hebat”, “menakjubkan”, disamping menyenangkan siswa, pernyataan verbal mengandung makna interaksi dan pengalaman pribadi yang langsung antara siswa dan guru dan penyampaiannya kongkret sehingga suatu persetujuan atau pengakuan sosial, apalagi kalau penghargaan verbal itu diberikan di depan orang yang banyak.
2. Menggunakan nilai ulangan sebagai pemacu keberhasilan. Pengetahuan atas hasil pekerjaan, merupakan cara untuk meningkatkan motif belajar siswa.
3. Menimbulkan rasa ingin tahu. Rasa ingin ditimbulkan oleh suasana yang dapat mengejutkan, keragu-raguan, ketidaktentuan, adanya kontradiksi, menghadapi masalah yang sulit dipecahkan, menemukan suatu hal yang baru, menghadapi teka-teki. Hal tersebut menimbulkan semacam konflik konseptual sehingga membuat siswa merasa penasaran, dengan sendirinya menyebabkan siswa tersebut berusaha keras untuk memecahkannnya. Dalam upaya yang keras itulah motif belajar siswa bertambah besar.
4. Memunculkan sesuatu yang tidak diduga oleh siswa. Dalam upaya itupun, guru sebenarnya bermaksud untuk menimbulkan rasa ingin tahu siswa.
5. Menjadikan tahap dini dalam belajar mudah bagi siswa. Hal ini memberikan semacam hadiah bagi siswa pada tahap pertama belajar yang memungkinkan siswa bersemangat untuk belajar selanjutnya.
6. Mengggunakan materi yang dikenal oleh siswa sebagai contoh dalam belajar. Sesuatu yang telah dikenal siswa dapat diterima dan diingat lebih mudah. Jadi, gunakanlah hal-hal yang telah diketahui siswa sebagai wahana untuk menjelaskan sesuatu yang baru atau belum dipahami oleh siswa.
7. Gunakan kaitan yang unik dan tak terduga untuk menerapkan suatu konsep dan prinsip yang sudah dipahami. Sesuatu yang unik, tak terduga, dan aneh dan lebih dikenang oleh siswa daripada sesuatu yang biasa-biasa saja.
8. Menuntut siswa untuk menggunakan hal-hal yang sudah dipelajari sebelumnya. Dengan jalan itu, selain siswa belajar menggunakan hal-hal yang telah dikenalnya, dia juga dapat menguatkan pemahaman atau pengetahunannya tentang hal-hal yang telah dipelajarinya.
9. Menggunakan simulasi dan permainan. Simulasi merupakan upaya untuk menerapkan sesuatu yang dipelajari atau sesuatu yang sedang dipelajari melalui tindakan langsung. Baik simulasi maupun permainan merupakan proses yang sangat menarik bagi siswa. Suasana yang sangat menarik menyebabkan proses belajar menjadi lebih bermakna secara efektif atau emosional bagi siswa. Sesuatu yang bermakna akan lestari diingat, dipahami atau dihargai.
10. Memberi kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan kemahirannya di depan umum. Hal itu akan menimbulkan rasa bangga dan dihargai oleh umum. Pada gilirannya suasana tersebut akan meningkatkan motif belajar siswa.
11. Mengurangi akibat yang tidak menyenangkan dan keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar. Hal-hal positif dari keterlibatan siswa dalam belajar hendaknya ditekankan, sedangkan hal-hal yang berdampak negatif seyogyanya dikurangi.
12. Memahami iklim sosial dalam sekolah. Pemahaman iklim dan suasana sekolah merupakan pendorong kemudahan berbuat bagi siswa. Dengan pemahaman itu siswa dapat memproleh bantuan yang tepat dalam mengatasi masalah atau kesulitan.
13. Memanfaatkan kewibawaan guru secara tepat. Guru seyogyanya memahami sacara tepat bilamana dia harus menggunakan berbagai manifestasi kewibawaaanya pada siswa untuk meningkatkan motif belajarnya. Jenis–jenis pemanfaatan itu adalah memberi ganjaran, dalam pengendalian prilaku siswa, kewibawaan berdasarkan hukum, kewibawaan sebagai rujukan dan kewibawaan karena keahlian.
14. Memperpadukan motif-motif yang kuat. Seorang siswa giat belajar mungkin karena latar belakang motif berprestasi sebagai motif yang kuat. Dia dapat pula belajar karena ingin menonjolkan diri dan memperoleh penghargaan atau karena dorongan untuk memperoleh kekuatan. Apabila motif-motif kuat seperti itu dipadukan, maka siswa memperoleh penguatan motif yang jamak, dan kemauan untuk belajar pun bertambah besar, sampai mencapai keberhasilan yang tinggi
15. Memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai. Diatas telah dikemukakan bahwa seorang anak akan berbuat lebih baik dan berhasil apabila memahami yang harus dikerjakannya dan yang dicapai dengan perbuatannya itu. Makin jelas tujuan yang dicapai, makin terarah upaya untuk mencapainya.
16. Merumuskan tujuan-tujuan sementara. Tujuan belajar adalah rumusan yang sangat luas dan jauh untuk dicapai. Agar upaya mencapai tujuan itu lebih terarah, maka tujuan-tujuan belajar yang umum itu seyogyanya dipilah menjadi menjadi tujuan sementara yang lebih jelas dan lebih mudah dicapai.
17. Memberitahukan hasil kerja yang telah dicapai. Dalam belajar hal ini dapat dilakukan dengan selalu memberitahukan nilai ujian atau niai pekerjaan rumah. Dengan mengetahui hasil yang telah dicapai, maka motif belajar siswa lebih kuat, baik itu dilakukan karena ingin mempertahankan hasil belajar yang telah baik, maupun untuk mempebaiki hasil belajar yang kurang memuaskan.
18. Membuat suasana persaingan yang sehat diantara para siswa. Suasana ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengukur kemampuan dirinya melalui kemampuan orang lain. Lain dari pada itu belajar dengan bersaing menimbulkan upaya belajar yang sungguh-sungguh, disini digunakan pula prisip-prinsip keinginan individu untuk selalu lebih baik dari orang lain.
19. Mengembangkan persaingan dengan diri sendiri. Persaingan semacam ini dilakukan dengan memberikan tugas dalam berbagai kegiatan yang harus dilakukan sendiri. Dengan demikian, siswa akan dapat membandingkan keberhasilannya dalam melakukan berbagai tugas.
20. Memberikan contoh yang positif. Banyak guru yang mempunyai kebiasaan untuk membebankan pekerjaan pada siswa tanpa kontrol. Biasanya dia memberikan suatu tugas kepada kelas, dan guru meninggalkan untuk melaksanakan pekerjaan, keadaan ini bukan saja tidak baik, tetapi dapat merugikan siswa. Untuk menggiatkan belajar siswa guru tidak cukup untuk dengan memberikan tugas saja, melainkan harus dilakukan pengawasan dan pembimbingan yang memadai selama siswa mengerjakan tugas kelas. Selain itu dalam mengontrol dan membimbing siswa dalam mengerjakan tugas. Guru seyogyanya memberikan contoh yang baik.
Para ahli ilmu jiwa seperti Piaget, Bruner, Brownell, Skemp, percaya bahwa jika kita hendak memberi pelajaran kepada anak, kita perlu memperha¬tikan tingkat perkembangan berpikir anak. Piaget berpendapat bahwa proses berpikir manusia sebagai suatu perkembangan yang bertahap dari berpikir intelektual konkrit ke abstrak berurutan melalui empat periode. Periode berpikir yang dikemukakan oleh Piaget adalah sebagai berikut: (1) tahap sensori motor, (2) tahap praoperasional, (3) tahap operasional, dan (4) tahap formal.
PENUTUP
Minat merupakan dasar daripada motivasi, dan hal yang mendasari dari motivasi adalah kebutuhan, sehingga dapat dikatakan bahwa minat adalah alat motivasi yang pokok. Pada umumnya, peserta didik pada Sekolah Dasar berada pada tahap berpikir konkrit yang ditandai oleh penalaran logis tentang hal-hal yang dapat dijumpai dalam dunia nyata. Belajar matematika adalah belajar konsep-konsep matematika yang abstrak. Dengan menggunakan alat peraga, peserta didik dapat bergairah belajar matematika. Konsep matematika yang lebih tinggi daripada yang sudah dimiliki peserta didik, tidak dapat dikomunika¬sikan dengan definisi, tetapi dengan memberikan contoh-contoh konkrit yang sesuai dengan materi pelajaran dapat menumbuhkan motivasi dan minat belajar matematika. Berdasarkan kesimpulan ini, maka dalam mengajarkan matematika disarankan kepada guru matematika yang mengajar di SD agar menggunaan benda-benda konkrit yang sesuai dengan materi pelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Sutawidjaja, Akbar, 1991. Penggunaan Alat Peraga Dalam Pengajaran Matematika Di Sekolah Dasar, Penataran Penyiapan Calon Penatar (PCP) Dosen PGSD-D II Guru Kelas, Jakarta.
Anon, 1993. Garis-Garis Besar Program Pengajaran Matematika SD, Depdikbud, Jakarta.
Dahar, Ratna Wilis, 1988. Teori-teori Belajar, Gelora Aksara Pratama, Bandung.
Hamalik, Oemar, 1990. Metoda Belajar dan Kesulita-kesulitan Belajar, Tarsito, Bandung.
Hudoyo, Herman, 1988. Mengajar Belajar Matematika, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (P2LPTK), Jakarta.
—–, 1990. Strategi Mengajar Belajar Matematika, IKIP Malang, Malang.
Marhaeni, Anak Agung Istri Ngurah, 2005. Pengaruh Asesmen Portofolio dan Motivasi Berprestasi dalam Bahasa Inggris Terhadap Kemampuan Menulis dalam Bahasa Inggris, PPs Universitas Negeri Jakarta, Jakarta.
Sardiman A.M., 1992. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar Pedoman Bagi Guru dan Calon Guru, Rajawali Pers, Jakarta.
Slameto, 1991. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Rineka Cipta, Jakarta.
Soedjadi, 1989. Matematika Untuk Pendidikan Dasar 9 Tahun, IKIP Surabaya, Surabaya.
—–, 1991. Orientasi Masa Depan Matematika Sekolah di Indonesia, IKIP Jokyakarta, Jokyakarta.
Sudjana,Nana, 1989. Teori-teori Belajar Untuk Pengajaran, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar